Tuesday, 4 October 2011

Persahabatan VS Gebetan





Siang itu Rani dengan Egy sudah resmi kembali menjalani hubungan seperti dulu lagi. Betapa bahagianya kedua insan tersebut. Mereka berjanji akan merubah diri dan tak akan sepertui dahulu lagi yang bisa menghancurkan hubungan mereka. Pendirian itu lebih di prinsipkan oleh Rani. Gadis itu begitu mencintai Egy, baginya Egy segalanya. Egy yang mampu membangkitkan semangatnya seperti dhulu lagi. Akibat ulah plin plan dan ketidakpastian Tian keopada Rani. Dari situ Rani merasa Egy adalah malaikat penghibur yang di turunkan Tuhan khusus untuknya.
Hari itu adalah hari pertama bagi siswa siswi SD, SMP, dan SMA, menikmati hari libur setelah berjuang demi memperindah nilai raport mereka dengan nilai yang bagus. Sejak rani dengan Egy putus, Rani kurang tahu dengan gaya hidup Egy yang baru. Ternyata Egy berubah. Meski mereka tetap dekat namun Rani belum memasuki seluk beluk kehidupan Egy yang baru. Karena Rani rsa itu bukan hak dia lagi.

***

Tiga hari kemudian, Rani ingin bertemu dengan Egy, ia pun menelfon Egy pada saat itu juga.
“ya, hallo.” Sapa Egy dari seberang sana.
“hallo, Gy, kita bisa ketemuan gak? “
“hari ini?”
“iya, bisa ngga?”
“waduh sorry Ran, aku ngga bisa, aku mau ke studio”
“ngapain Gy?”
“mau ngumpul sama anak anak fotografer. Aku kan mulai ikut itu.”
“emang itu nyangkut plajaran? Bukannya kamu suka nggambar yah?”
“ngga sih, aku Cuma mau tau aja kehidupan anak fotografer itu kaya apa. Iya , tapi kan nggak salah kalo aku juga mau ikutan”
“iya sih, jadi ngga bisa nih?”
“iya, maaf yah sayang. Kalo ada waktu ntar Aku ke rumahmu deh. Oke “
“hmm, ya sudah deh.

Telefon pun berakhir, Rani sedikit kecewa, Egy begitu sibuk dengan urusan fotografernya. Sudah tiga hari ini Egy tidak pernah ada waktu  untuk Rani. Rani pun sharing pada salah satu sahabat Egy, cowok itu bernama Zeva,  dan selama Egy sibuk dengan urusan barunya Zeva lah yang menemani Zani. Dan pada hari ini Zeva berjanji akan mengajak Rani jalan, sebagai pengganti Egy. Meskipun Zeva tahu, Rani tak akan menggantikan kebahagiaan yang di beri oleh Egy, jika Egy mau menemani Rani jalan jalan.

Siang itupun Zeva datang ke rumah Rani.
“siang tante, Raninya ada kan?”ucap Zeva pada Mama Rani yang menyambut kedatangannya.
“ohh, nak Zeva, Rani nya ada kok, lagi ganti baju, tunggu sebentar ya” ujar Mama Rani seraya tersenyum manis pada Zeva.
“ohh, iya tante”
“silahkan duduk dulu nak, mau minum apa?”
“oh, ngga usah tante, paling Cuma sebentar aja saya kesini. Saya mau ngajak Rani jalan tante.”
“emangnya mau ke mana Zev?”
“Cuma mau keliling keliling aja kok tante , sekalian mau liat pameran buku di BSB.”
“ohh, ya sudah kalau begitu, paling sebentar Rani turun, tante masuk dulu ya Zev.”
iya tante, makasih.
”iya nak, sama sama”
Mama Rani pun menghilang masuk, sekitar 5 menit kemudian, Rani keluar , ia sudah siap untuk pergi dengan Zeva.
“ayok Zev, aku udah siap” ujar Rani lembut.
“oyaudah ayok deh”

***


“tadi lama ya nunggu aku?” Rani buka mulut kebih dulu, setelah mereka sampai di BSB.
“ah, ngga kok, sebentar aja. Tadi aku nuga sempet ngobrol singkat dulu sama Mama kamu.”
“oh, hhe, ya sudah kalo gitu. Maaf yah kalo harus nunggu dulu.”
“iyya gak pa-pa lagi Ran.”

Setelah mereka keluar dari pameran buku, mereka pun masuk ke dalam café, mereka berbincang begitu dekat. Dan seringkali mereka tertawa renyah.

J
Rani merasa Zeva bukan hanya sekedar sahabatnya saja. Zeva begitu perhatian pada Rani. Bahkan melebihi Egy yang selama ini menghilang dari peredaran kehidupan Rani. Rani sebenarnya merasa kehilangan Egy, namun apa daya tak ada waktu sedikitpun yang di luangkan Egy untk Rani. Bahkan terkadang handphone Egy tidak aktif atau mailbox. Rani tetap berusaha sabar. Ia tak ingin membuat masalah baru dengan Egy, karena mereka baru beberapa hari menjalin kembali hubungannya. Hingga seperti pada hari ini. Rani jatuh sakit, ia mencoba menghubungi Egy, namun nomor Egy sedang berada di luar jangkauan. Dan akhirnya ia pun menghubungi Zeva. Karena kebetulan Mama dan Papa Rani sedang berada di luar kota untuk beberapa minggu dan tidak bisa pulang mendadak.

“hallo Zev”
“iya Ran, ada apa kok  pagi pagi sudah nelfon?”
“Zev, kamu bisa nggak sekarang ke rumahku?”
“loh, emang kenapa Ran?”
“aku sakit Zev. Tapi ngga ada orang di rumahku”
“iya deh, ntar aku kesana. Tunggu yah Ran”
Lima belas menit kemudian Zeva datang. Ia menemani Rani dari pagi hingga malam, ketika Rani akan tidur, Zeva mengecup kening Rani terlebih dahulu, jantung Rani berdegup kencang. Apa yang di rasakan Rani saat ini?. Setelah Rani terlelap Zeva pun pulang.
“mba’ Min, Rani udah tidur di atas, aku pulang dulu yah. Nanti kalo ada apa apa telefon aku aja. Nanti aku ke sini.” Kata Zeva pada pembantu Rani, ketka selisihan di tangga rumah Rani.
“iya mas. Kenapa mba’ Minah nggak telefon mas Egy aja? Kan mas Egy pacarnya mba’ Rani.” Tanya mba’ Minah pada Zeva, seketika Zeva terkesiap mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar dari bibir mba’ Minah.
“emm.. anu.. si Egy, lagi sibuk. Jadi dia nggak bisa nemanin Rani.”
“ohh, iya deh mas nanti mba’ Minah telefon mas Zeva saja kalau ada apa apa.”
“ya udah, makasih ya mba’. Aku pulang dulu mba’. Assalamualaikum.”
“ ia mas. Waalaikum salam”

Ketika di perjalanan menuju rumah, Zeva bertemu dengan Egy di jalan. Dan mereka pun berhenti sejenak.
“dari mana kamu Zev, malam malam gini?” sapa Egy membuka perckapan di antara mereka.
“umm, dari jalan jalan aja. Kamu sendiri dari mana?” jawab Zeva, dewngan berbohong pada Egy. Ia tidak ingin Egy mengetahui bahwa ia baru saja pulang dari rumah Rani. Mungkin belum saatnya Egy  tahu bahwa aku lah yang menemani Rani ketika Egy sedang sibuk. Ungkap Zeva dalam hati.
“itu dari studio, nih.. hehe” jawab Egy cengengesan.
“ohh, kamu gak pernah ketemu Rani lagi?” selalu dengan nada datar Zeva berbicara dengan Egy.
“ngga eh, selama liburan ini  kayanya aku ngga bisa dulu ketemu dia.” Akhirnya Egy dapat berbicara serius, mesakipun tidak sepenuhnya.
“nggak kangen emang?” ekspresi cool yang menjadi ciri khas sosok Zeva, masih terpampang rapi di wajah laki laki remaja yang mempunyai raut muka yang manis.
“kangen lah Zev, tapi mau gimana lagi? Aku lagi sibuk banget sih. Jadi aku harus bagi waktu juga.” Penjelasan Egy yang sama sekali tidak Zeva terima, karena menurutnya alasan itu tidak pantas, tak pernah ada sedetikpun waktu yang Egy luangkan untuk Rani, meski hanya untuk menanyakan kabar.
“bukannya kamu nggak pernah ada waktu ya buat Rani. Sampai sampai kabarnya baik atau engga saat ini saja kamu nggak tahu. Pacar macam apa kamu Gy? Setau ku kamu bukan tipe cowok yang kaya gitu. Tapi, sejak kamu kenal dunia fotografi. Kamu berubah total.” Sanggah Zeva tentang alasan Egy yang tadi. Egy hanya mampu terdiam. Membisu. Dan bungkam. Egy pun juga membisu. Ia ingin mendengar penjelasan dari Egy, yang mungkin akan menjadi pembelaan dirinya tentang pernyataan yang di lontarkan Zeva tadi.
“nggak gitu juga Zev, aku mau hubungin Rani, tapi di studio jarang ada sinyal. Jadi aku sulit buat sekedar say hello sama Rani. SedangKan aku aja pulangnya malam gini. Kamu tahu sendiri kan?” ternyata dugaan Zeva memang benar. Egy akan mengeluarkan pembelaan dirinya.
“ya sudahlah itu urusanmu. Sudah malam nih aku pulang dulu yah. Bye” Zeva tidak ingin memperpanjang masalah. Dan ia memutuskan mengakhiri pembicaraannya dengan Egy.
“i.. iya deh.” Jawab Egy.


Saat Egy sampai di kamarnya. Ia langsung merebahkan dirinya di atas kasur kesayangannya. Egy masih terbayang bayang perkataan Zeva tadi. Bagaimana kabar Rani sekarang ya?. Ungkap Egy dalam hati. Sesungguhnya Egy sangatlah menyayangui Rani, namun ia juga tidak bisa berhenti dari kehidupannya yang sekarang. Dua hal itu sangat berarti bagi Egy, dan Egy tidak bisa meninggalkan salah satu dari dua pilihan itu. Egy memang sosok sahabat yang solider. Itun sebabnya ia sulit untuk memilih. Dan Egy pun berkata dalam hati. “sabar sayang, aku nggak bakal selamanya kayak gini. Mungkin seminggu ini aku memang sibuk. Tapi aku janji setelah ini aku bakal nemenin kamu, dan ada saat kamu butuh aku. I LOVE YOU RANI”. Lalu setelah itu, Egy pun memejamkan matanya. Dan ia pun terlelap dalam tidurnya.

J


          Hari ini, hari terakhir libur. Zeva berniat mengajak Rani jalan jalan ke taman, tubuh Rani masih kurang fit. Namun, tujuan Zeva agar, Rani dapat menghirup udara  segar di luar sana.
          “udah siap Ran?” Egy berbicara ketika Rani keluar dari dalam rumahnya.
          “udah nih Zev, ayokk deh, aku pingin banget keluar. Sumpek tiga hari di rumah melulu.” Ujar Rani pada Zeva dengan tidak sabar.
          “iaia Ran, sabar. Tapi nanti kalo ada apa apa, atau kamu pusing bilang ke aku yah” Zeva berpesan pada Rani.
          “oke Zev, ngga usah khawatir. Aku baik baik aja kok” jawab Rani, seraya tersenyum manis, hingga kedua lesung yang terdapat di ke dua sisi pipinya terlihat jelas, dan begitu dalam.

          Sesampainya mereka di taman, Zeva dan Rani pun mengelilingi taman itu. Banyak hal yang mereka lihat beredua. Dari suami yang menemani isterinya keliling untuk berolahraga karena ssedang mengandung, kakek dan nenek yang telah berusia lanjut masih terlihat mesra layaknya pasangan yang baru saja menikah, anak anak kecil yang bermain di tengah taman, hingga sepasang kekasih yang sedang ribut entah karena masalah apa.

          Mereka begitu menikmati suasana pagi yang cerah itu. Saat mereka sedang berjalan, Rani merasa pandangannya kabur, ia seperti ingin pingsan. Ia pun memberitahu Zeva tentang keadaannya sekarang.
          “Zev, aku pusing nih” kata Rani seraya memegang kepalanya yang terasa ingin pecah itu.
          “hah! Iya kah? Sini sini sudah Ran. Duduk dulu” Zeva spontan menuntun Rani duduk di bangku terdekat mereka.
          “nih, minum dulu.” Zeva menyodorkan sebotol kecil air mineral.
          “iya, makasih ya Zev” kata Rani, sereya tersenyum kecil pada Zeva.

          Setelah Rani membaik, mereka berbincang bincang lagi, namun dengan posisi duduk, tidak jalan seperti tadi. Tiba tiba, Egy muncul di hadapan mereka. Rani dan Zave pun terkaget.
          “ngapain kalian disini!?” kata  Egy tanpa basa basi dengan nada tinggi.
          “ng… nggak ngapa ngapain kkok.” Jawab Rani tergagap gagap.
          “nggausah bohong deh. Kalian itu mesra banget tau nggak? Aku udah perhatiin dari tadi. Aku kecewa sama kalian!.” Kata Egy dengan nada yang lebih keras. Lalu berniat meninggalkan Rani dan Zeva berdua. Zeva yang sedarti tadi diam dan bungkam. Tiba tiba ia menarik tangan Egy.
          “jangan egois Gy jadi cowok!.” Ucap Zeva dengan nada datar.
          “siapa yang egois bro? kamu  atau aku? Kamu itu nusuk dari belakang tau nggak?!” maki Egy tepat di depan wajah Zeva ia berbicara seperti itu. Kemudian Egy melanjutkan pembicaraannya “kamu udah buat aku kecewa Zev, aku kira kamu sahabat yang baik. Tapi apa? Kamu tarik juga gebetan ku. Selama ini aku udah percaya sama kamu Zev. Aku memang udah curiga dari awal kamu ada rasa sama Rani, tapi aku buang jauh jauh itu fikiran, eehhh, ternyata itu FAKTA! Shiitt loe mament… “
          “SSSTOOPPP!!!!! Stop loe maki Zeva Gy. Loe  memang egois. Loe  nggak pernah ada saat gue butuh Gy. Loe nggak tau kan gue sakit? Tapi loe tau kalo kamera loe lecet. Ini liburan Gy! kita juga baru balikan!. Harusnya hubungan kita lagi hangat hangatnya. Tapi nggak sama sekali! Yang nemenin gue saat loe gak ada thu Zeva, harusnya loe berterima kasih sama Zeva, karena dia gue nggak kesepian. Gue ada teman.” Rani berhenti sejenak untuk mengatur nafas, lalu ia melanjutkan lagi “bukannya loe malah maki maki dia kaya gini. Loe tau? Zeva yang nasehatin gue biar gue tetap nunggu loe, karena Zeva tau gimana loe sayang sama gue, tadinya gue mau nyerah lagi. Tapi Zeva yang ngurunin niat gue. Loe mana tau soal itu. Loe tuh lebih mentingin FOTOGRAFI loe itu. Hah, gue kira malah loe udah lupa kalo loe udah punya gue lagi!!.”

Sejenak suasana hening, para pengunjung taman pun terdiam menyaksikan kejadian ini. Kepala Egy tertunduk sejenak. Egy meratapi semua perkataan Rani yang baru saja terungkap dari bibir Rani. Dan akhirnya Egy tersadar. Kemudian Egy angkat bicara.
          “oke, aku tau aku salah. Maafin aku Ran. Aku tau aku egois. Tapi bukannya aku nggak hirauin kamu, tapiaku memang lagi sibuk banget. Di studio jarang ada sinyal jadi aku susah buat hubungin kamu. Aku juga pulang malam banget. Maafin aku Ran, aku salah nggak ada di saat aku butuh, dan sampe sampe aku nggak tau kalo kamu sempet sakit. Aku sayang kamu Ran, aku nggak mau kehilangan kamu untuk yang kedua kalinya lagi. Pliiss maafin aku Ran, aku janji gak bakal nguilangi kaya gini lagi. Dan kalo perlu aku berenti dari klub fotografi itu.” Egy memohon pada Rani agar rani mau untuk memaafkan Egy.
          “iya, aku maafin kamu, aku juga sayang banget sama kamu. Aku juga nggak mau kejadian dulu terulang lagi. Aku nggak mau kehilangan kamu.” Egy spontan memeluk Rani, Rani pun membalas pelukan Egy itu. Zeva yang sedari tadi hanya memasang wajah cool-nya itu, kini tersenyum kecil melihat kejadian itu. Sesungguhnya hati Zeva amat sangatlah perih. Namun, ia bukanlah siapa siapa. Tugasnya telah usai, Rani telah kembali pada Egy, dan Egy pun berjanji tidak akan mengulangi lagi. Ia rela melepas Rani untuk sahabatnya itu.
          “Zev, maafin aku ya, tadi aku sudah memaki maki kamu. Dan thanks banget udah nemenin Rani, ngejagain Rani, selam aku nggak ada” ucap Egy pada Zeva, lalu ia merangkul Zeva, sebagai tanda perdamaian di antara mereka
          “iya nggak pa-pa kok Gy. Maafin aku soalnya aku nggak bilang kamu kalo aku yang nemenin Rani selama ini.”  Jawab Zeva seraya tersenyum pada Egy.

          Meski hati Zeva perih namun ia sadar tak mungkin ia memiliki Rani sepenuhnya, karena Egy lebih dulu memiliki Rani. Zeva mencoba berlapang dada untuk menerima keputusan Rani.  Sesungguhnya ini adalah keputusan terberat Rani, karena biar bagaimanapun Zeva telah mengisi hatinya selama Egy sibuk, tak mudah melupakan Zeva. Namun Rani sadar tak mungkin ia memiliki Zeva, meski hubungannya berakhir dengan Egy, karena Zeva bukan tipe laki laki yang seperti itu. Mereka memutuskan untuk tetap bersahabat seperti dulu. Dan, membuang jauh jauh kisah mereka selama ini. Namun tetap terkenang di hati. Hingga saat ini belum ada di antara mereka yang mengungkapkan perasaan satu sama lain. Namun mereka merasakan perhatian dari masing masing pihak. J

Monday, 3 October 2011


Pagi itu adalah hari pertama Auryn menduduki kelas sembilan. Ada rasa bahagia dan rasa sedih melanda dirinya. Bahagia karena mendapat kawan baru di kelas 9 dan sedih karena meninggalkan teman temannya di kelas delapan. Yah, bagaimanapun semua itu memang sudah rencana para guru. Auryn nggak bisa berbuat apa-apa. Dan, ia selalu mengambil sisi positivnya. Ia berpendapat ia pasti akan mendapat teman sebaik temannya di kelas delapan lalu.

***

“Mauryn, kamu liat Vivie nggak?” tanya Jessi saat ia baru saja datang.
“mmm.. nggak tuh, tadi dia emang sudah datang. Tapi keluar lagi sama Desi.” Jawab Auryn.
“ohh, yasudah makasih ya, Ryn.” Kata Jessi seraya tersenyum lalu berlalu mencari Vivie.

Tidak lama teman laki-lakinya datang  yang menurutnya berkepribadian dan berwajah yang sangat mirip dengan Reza –mantan kekasihnya.
“Ryn, kamu sudah PR IPS belum?” tanya Mario.
“ee, sudah sudah. Kenapa? Kamu mau pinjam?” tanya Auryn tergagap-gagap.
“hmm, boleh?” tanya Rio balik.
“boleh lah. Nih, tapi ada yang belum aku isi juga.” Lalu Auryn memberikan bukunya kepada Rio. Auryn merasa aneh saat berbicara dengan Rio. Ia seperti merasa canggung. Mungkin karena ia belum kenal dekat dengan Rio.


***

Jam pelajaran telah usai, saat istirahat Auryn berbincang pada Meyli. Auryn membicarankan tentang kecanggungannya saat berbicara dengan Rio tadi. Meyli adalah sahabat Auryn satu satunya yang satu kelas dengannya.
“Ryn, kamu tau nggak tiap hari ada empat orang yang liatin kamu di kelas?” tanya Meyli.
“hah? Siapa? Aku gak tau tuh.” Jawab Auryn kaget.
“Rio, Ian, Ray, sama Zyan. Aku tuh tiap saat liatin mereka lagi curi-curi pandang sama kamu tauk.” Jelas Meyli.
“ihh, Mey.  Mungkin aja mereka lagi liatin luar. Kan aku duduknya deket jendela, Mey.” Elak Auryn.
“Ryn, bedalah pandangannya kalo mereka liatin luar. Kayaknya mereka pada suka sama kamu deh, Ryn.” Goda Meylin dengan senyumannya yang genit itu.
“haha, ngarang banget deh kamu. Ray sama Zyan itu sudah punya cewek lagi. Kalo Ian sih kan kamu memang sudah tau dia suka sama aku sejak lama. Tapi aku udah tegasin sama dia kalo kita lebih baik temenan aja. Dan dia kayaknya nggak keberatan. Sedangkan Rio, dia itu nggak mungkin suka sama aku. Palingan memang mereka kayak gitu Mey. Nggak usah di tanggepin serius deh.”

***

Dua bulan kemudain..
Pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Auryn merasa sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Yah, mungkin karena perasaannya sekarang. Setelah dua minggu pasca fakta yang di bicarakan oleh Meyli, Auryn merasa seperti membuka hati pada salah satu laki-laki yang di sebut oleh Meyli.

Yang tau tentang perasaan Auryn hanya Meyli dan Ian. Selain itu tidak ada lagi yang mengetahui tentang perasaan Auryn. Auryn juga sudah mengancam Ian agar ia tidak memberitahukan pada orang lain. Apalagi pada Rio, cowok yang ia taksir itu. Tapi setelah dua hari, ternyata Ian memberitahu Rio tentang perasaan Auryn. Auryn sempat marah besar pada Ian. Tapi, alasan Ian yang “tidak tega dengan Auryn karena mencintai tapi orang yang di cintainya tidak tahu, akhirnya” Auryn memaklumi dan menghargai keputusan Ian.

Tapi, hingga sekarang. Tidak ada sedikitpun respon dai Rio. Malah selama satu kelas, Auryn dan Rio tidak pernah berbicara atau mengobrol. Auryn juga merasa Rio semakin menjauh darinya. Kadang Auryn mencari perhatian Rio. Namun tak sedikitpun Rio menggubris tindakan Auryn.

“yan, jalan yukk. Aku mau cerita nih.” Auryn mengajak Ian jalan bersama Meyli saat pulang sekolah.
“kemana, Ryn? Aku nggak bawa motor.” Jawab Ian.
“kemana aja deh. Lunch aja. Naik mobil aku.” Usul Auryn.
“ya sudah deh. Ayokk” lalau Ian menyetujui permintaan Auryn. Saat Auryn, Meyli dan Ian sampai di restoran yang ada di daerahnya. Auryn segera menceritakan sesuatu yang ada di hatinya saat ini.
“Yan, aku tuh bingung. Kenapa Rio malah ngejauh gitu dari aku. Padahal aku beneran asayang sama dia. Aku nggak tau kenapa.” Cerita Auryn lirih.
“ya ampun, Ryn. Ryn Cuma mau cerita itu aja? Masalah Rio? Aku memang sudah bilang sama Rio kalo kamu suka sama dia. Tapi yah dari dulu dia nggak pernah komentar atas fakta itu sama aku.” Jawab Ian.
“tapi kan, yan. Kalo memang dia nggak suka sama Ryn, kenapa dia selalu liatin Ryn tiap hari?” bantah Meyli.
“Meymey, Rio itu memang kayak gitu. dia suka liatin orang kalo menurut dia itu ada sesuatu.” Bela Ian.
“tapi, Yan. Kenapa coba harus sama Ryn? Kenapa nggak sama Audrey, Angel, Mela? Atau yang lain lah.” Jawab Meyli lagi.
“udah udah. Intinya aku harus gimana ini? Aku bingung. Aku galau. Aku bimbang, yan.” Sela Auryn seRaya menitikkan air mata.
“sabar ya, Ryn. Jangan sedih donk. Semua pasti ada jalan keluarnya kok.” Hibur Meyli seraya mengelus-elus pundak Auryn. Sementara Ian sedang berfikir.
“gini aja, Ryn. Kamu coba deh cuek sama dia seharian. Dia ngerasa beda apa nggak.” Usul Ian.
“hmm, boleh juga tuh, yan. Iya, Ryn. Coba aja dulu usulnya Ian. Sapa tau manjur.” Dukung Meyli.
“iya deh. Nanti aku coba.” Auryn menerima usulan dari Ian.

***

Tiga hari kemudIan..

Selama tiga hari ini Auryn berusaha untuk cuek kepada Rio. Bahkan yang biasanya Auryn selalu memperhatikan dan memandang Rio. Selama tiga hari sejak Ian mengusulkan rencana ini Auryn tidak lagi bersikap seperti biasa. Ia tidak lagi memandangi Rio. Ia tidak lagi memerhatikan Rio.
Saat istirahat, Ian berbicara pada Auryn. Ia menghampiri Auryn.
“Ryn, nanti sore jam lima ke menara ya?” kata Ian pada Auryn.
“ngapain, Yan?” tanya Auryn bingung.
“udah datang aja. Ada sesuatu yang bakal terjadi.” Jawab Ian dan berlalu begitu saja. Auryn masih bingung dan kaget dengan perkataan Ian barusan. Ia menerka nerka apa yang akan terjadi. Dugaannya berpusat pada Rio.

***

Jam lima sore tepat, Auryn sudah berada di menara, tempat yang Ian sebutkan di sekolah tadi. Dia tidak melihat siapapun disana. Hanya dia sendiri. Kadang ada satu atau dua orang yang  juga berkunjung ke menara. Tapi, tidak satupun orang yang di kenal Auryn datang. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Auryn masih duduk di bangku dekat tower besar itu. Ia masih menunggu seseorang yang ia kenal berada di sana. Sedikit lelah, Auryn menuju bukit yang lumayan jauh dari situ.

Saat Auryn sudah berada di atas bukit. Auryn menangis. Ia tidak tahu mengapa air matanya tertetes dari matanya saat mengingat Rio. Tambah deras. Semakin deras. Sangat deras. Hingga ia sesenggukan menahan air matanya agar tidak lagi tertetes. Namun, semakin ia menahan air mata itu. Semakin ia sakit hati. Semakin teriris hatinya. Tak kuasa Auryn menahan sedihnya, ia pun berteriak sekencang mungkin. Ia berteriak seraya menyebut nama Rio.

“RRRRIIIIOOOO!!!!!!!” teriak Auryn dengan lantang. Lalu terdengar suara gema yang mengikuti suara Auryn.
“kenapa, Ryn? Kenapa kamu nangis?” tiba-tiba suara yang amat sangat Auryn kenal, menjawab teriakannya tadi. Lalu, Auryn menoleh. Ternyata ada Rio di belakangnya.
“sejak kapan kamu di belakangku?” tanya Auryn seRaya menghapus air matanya karena takut Rio mengetahuinya. Padahal, memang Rio sudah tau. Lalu Rio melihat jamnya dan berkata.
“yah, sekitar sepuluh menit yang lalu. Duduk yuk. Kita bicarain baik-baik.” Lalu Rio mengajak Auryn untuk duduk di bangku terdekat.
“Ryn, aku sudah tau semuanya dari Ian. Aku tau kamu suka sama aku. Dan aku minta maaf selama ini aku nggak ada ngerespon kamu. Bukannya aku nggak peduli sama kamu. Bukannya juga aku nggak suka sama kamu. Tapi aku memang nggak bisa ngasih hatiku ke kamu. Aku masih nyimpan rasa sama mantanku yang dulu. Aku juga mau fokus belajar. Kita sudah kelas sembilan, Ryn. Sebentar lagi kita lulus. Dan kita bakal masuk SMA yang kita mauin. Aku mau nilaiku nanti nggak berantakan.” Rio menjelaskan panjang lebar. Tapi Auryn hanya diam menunduk memandang tanah. “aku hargai kok perasaan kamu. Tapi kita masih bisa berteman. Kayak kamu sama Ian, kamu sama Derry, kamu sama yang lainnya. Kita masih bisa deket. Maaf ya, Ryn. Kesannya aku nolak kamu. Tapi kamu harus tau ini.” Lanjutnya kemudIan. Beberapa saat hanya ada hening dan suara angin sepoi sepoi. Lalu Auryn angkat bicara.
“iya. Aku bisa ngerti kok. Lagian, aku juga salah bisa suka sama kamu. Maafin aku, Yo. Aku sudah bikin kamu susah. Aku janji bakal lupain kamu. Dan bikin kamu jadi sekedar temanku aja. Makasih ya sudah jelasin ke aku.” Jawab Auryn dengan tersenyum.
“makasih ya, Ryn. Kamu sudah ngerti perasaanku. Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Siapa juga yang tau kedepannya nanti. Siapa tau Tuhan sayang sama kamu dan permintaanmu bakal di turuti” kata Rio menghibur Auryn.

***

Keesokan harinya,
Auryn merasa sangat lega. Ia menapakkan kakinya di kelas dengan ringan. Meski hatinya terluka. namun, Auryn merasa ini jalan yang terbaik untuk dia dan Rio.

Tidak ada perasaan benci sedikitpun di hati Auryn pada Rio. Ia menghargai perasaan Rio, sebagaimana Rio menghargai perasaan Auryn.

 Saat Rio datang, Auryn menyunggingkan senyumnya. Dan Rio membalas dengan tulus juga. Ia berharap, hubungannya dengan Rio bisa menjadi sahabat sejati selamanya. Dan, jika Tuhan mengijinkan. Ia akan bersama Rio kelak :)