Pagi itu adalah hari pertama Auryn
menduduki kelas sembilan. Ada rasa bahagia dan rasa sedih melanda dirinya.
Bahagia karena mendapat kawan baru di kelas 9 dan sedih karena meninggalkan
teman temannya di kelas delapan. Yah, bagaimanapun semua itu memang sudah
rencana para guru. Auryn nggak bisa berbuat apa-apa. Dan, ia selalu mengambil
sisi positivnya. Ia berpendapat ia pasti akan mendapat teman sebaik temannya di
kelas delapan lalu.
***
“Mauryn, kamu liat Vivie nggak?”
tanya Jessi saat ia baru saja datang.
“mmm.. nggak tuh, tadi dia emang
sudah datang. Tapi keluar lagi sama Desi.” Jawab Auryn.
“ohh, yasudah makasih ya, Ryn.”
Kata Jessi seraya tersenyum lalu berlalu mencari Vivie.
Tidak lama teman laki-lakinya
datang yang menurutnya berkepribadian
dan berwajah yang sangat mirip dengan Reza –mantan kekasihnya.
“Ryn, kamu sudah PR IPS belum?”
tanya Mario.
“ee, sudah sudah. Kenapa? Kamu
mau pinjam?” tanya Auryn tergagap-gagap.
“hmm, boleh?” tanya Rio balik.
“boleh lah. Nih, tapi ada yang
belum aku isi juga.” Lalu Auryn memberikan bukunya kepada Rio. Auryn merasa
aneh saat berbicara dengan Rio. Ia seperti merasa canggung. Mungkin karena ia belum
kenal dekat dengan Rio.
***
Jam pelajaran telah usai, saat
istirahat Auryn berbincang pada Meyli. Auryn membicarankan tentang kecanggungannya
saat berbicara dengan Rio tadi. Meyli adalah sahabat Auryn satu satunya yang
satu kelas dengannya.
“Ryn, kamu tau nggak tiap hari
ada empat orang yang liatin kamu di kelas?” tanya Meyli.
“hah? Siapa? Aku gak tau tuh.”
Jawab Auryn kaget.
“Rio, Ian, Ray, sama Zyan. Aku
tuh tiap saat liatin mereka lagi curi-curi pandang sama kamu tauk.” Jelas Meyli.
“ihh, Mey. Mungkin aja mereka lagi liatin luar. Kan aku
duduknya deket jendela, Mey.” Elak Auryn.
“Ryn, bedalah pandangannya kalo
mereka liatin luar. Kayaknya mereka pada suka sama kamu deh, Ryn.” Goda Meylin
dengan senyumannya yang genit itu.
“haha, ngarang banget deh kamu. Ray
sama Zyan itu sudah punya cewek lagi. Kalo Ian sih kan kamu memang sudah tau
dia suka sama aku sejak lama. Tapi aku udah tegasin sama dia kalo kita lebih
baik temenan aja. Dan dia kayaknya nggak keberatan. Sedangkan Rio, dia itu
nggak mungkin suka sama aku. Palingan memang mereka kayak gitu Mey. Nggak usah
di tanggepin serius deh.”
***
Dua bulan kemudain..
Pagi itu terasa berbeda dari
biasanya. Auryn merasa sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Yah, mungkin
karena perasaannya sekarang. Setelah dua minggu pasca fakta yang di bicarakan
oleh Meyli, Auryn merasa seperti membuka hati pada salah satu laki-laki yang di
sebut oleh Meyli.
Yang tau tentang perasaan Auryn
hanya Meyli dan Ian. Selain itu tidak ada lagi yang mengetahui tentang perasaan
Auryn. Auryn juga sudah mengancam Ian agar ia tidak memberitahukan pada orang
lain. Apalagi pada Rio, cowok yang ia taksir itu. Tapi setelah dua hari,
ternyata Ian memberitahu Rio tentang perasaan Auryn. Auryn sempat marah besar
pada Ian. Tapi, alasan Ian yang “tidak tega
dengan Auryn karena mencintai tapi orang yang di cintainya tidak tahu, akhirnya”
Auryn memaklumi dan menghargai keputusan Ian.
Tapi, hingga sekarang. Tidak ada
sedikitpun respon dai Rio. Malah selama satu kelas, Auryn dan Rio tidak pernah
berbicara atau mengobrol. Auryn juga merasa Rio semakin menjauh darinya. Kadang
Auryn mencari perhatian Rio. Namun tak sedikitpun Rio menggubris tindakan Auryn.
“yan, jalan yukk. Aku mau cerita
nih.” Auryn mengajak Ian jalan bersama Meyli saat pulang sekolah.
“kemana, Ryn? Aku nggak bawa
motor.” Jawab Ian.
“kemana aja deh. Lunch aja. Naik mobil aku.” Usul Auryn.
“ya sudah deh. Ayokk” lalau Ian
menyetujui permintaan Auryn. Saat Auryn, Meyli dan Ian sampai di restoran yang
ada di daerahnya. Auryn segera menceritakan sesuatu yang ada di hatinya saat
ini.
“Yan, aku tuh bingung. Kenapa Rio
malah ngejauh gitu dari aku. Padahal aku beneran asayang sama dia. Aku nggak
tau kenapa.” Cerita Auryn lirih.
“ya ampun, Ryn. Ryn Cuma mau
cerita itu aja? Masalah Rio? Aku memang sudah bilang sama Rio kalo kamu suka
sama dia. Tapi yah dari dulu dia nggak pernah komentar atas fakta itu sama
aku.” Jawab Ian.
“tapi kan, yan. Kalo memang dia
nggak suka sama Ryn, kenapa dia selalu liatin Ryn tiap hari?” bantah Meyli.
“Meymey, Rio itu memang kayak
gitu. dia suka liatin orang kalo menurut dia itu ada sesuatu.” Bela Ian.
“tapi, Yan. Kenapa coba harus
sama Ryn? Kenapa nggak sama Audrey, Angel, Mela? Atau yang lain lah.” Jawab Meyli
lagi.
“udah udah. Intinya aku harus
gimana ini? Aku bingung. Aku galau. Aku bimbang, yan.” Sela Auryn seRaya
menitikkan air mata.
“sabar ya, Ryn. Jangan sedih
donk. Semua pasti ada jalan keluarnya kok.” Hibur Meyli seraya mengelus-elus
pundak Auryn. Sementara Ian sedang berfikir.
“gini aja, Ryn. Kamu coba deh
cuek sama dia seharian. Dia ngerasa beda apa nggak.” Usul Ian.
“hmm, boleh juga tuh, yan. Iya, Ryn.
Coba aja dulu usulnya Ian. Sapa tau manjur.” Dukung Meyli.
“iya deh. Nanti aku coba.” Auryn
menerima usulan dari Ian.
***
Tiga hari kemudIan..
Selama tiga hari ini Auryn
berusaha untuk cuek kepada Rio. Bahkan yang biasanya Auryn selalu memperhatikan
dan memandang Rio. Selama tiga hari sejak Ian mengusulkan rencana ini Auryn
tidak lagi bersikap seperti biasa. Ia tidak lagi memandangi Rio. Ia tidak lagi
memerhatikan Rio.
Saat istirahat, Ian berbicara pada Auryn. Ia menghampiri Auryn.
“Ryn, nanti sore jam lima ke
menara ya?” kata Ian pada Auryn.
“ngapain, Yan?” tanya Auryn
bingung.
“udah datang aja. Ada sesuatu
yang bakal terjadi.” Jawab Ian dan berlalu begitu saja. Auryn masih bingung dan
kaget dengan perkataan Ian barusan. Ia menerka nerka apa yang akan terjadi.
Dugaannya berpusat pada Rio.
***
Jam lima sore tepat, Auryn sudah
berada di menara, tempat yang Ian sebutkan di sekolah tadi. Dia tidak melihat
siapapun disana. Hanya dia sendiri. Kadang ada satu atau dua orang yang juga berkunjung ke menara. Tapi, tidak
satupun orang yang di kenal Auryn datang. Hingga akhirnya waktu menunjukkan
pukul setengah enam sore. Auryn masih duduk di bangku dekat tower besar itu. Ia
masih menunggu seseorang yang ia kenal berada di sana. Sedikit lelah, Auryn
menuju bukit yang lumayan jauh dari situ.
Saat Auryn sudah berada di atas
bukit. Auryn menangis. Ia tidak tahu mengapa air matanya tertetes dari matanya
saat mengingat Rio. Tambah deras. Semakin deras. Sangat deras. Hingga ia
sesenggukan menahan air matanya agar tidak lagi tertetes. Namun, semakin ia
menahan air mata itu. Semakin ia sakit hati. Semakin teriris hatinya. Tak kuasa
Auryn menahan sedihnya, ia pun berteriak sekencang mungkin. Ia berteriak seraya
menyebut nama Rio.
“RRRRIIIIOOOO!!!!!!!” teriak Auryn
dengan lantang. Lalu terdengar suara gema yang mengikuti suara Auryn.
“kenapa, Ryn? Kenapa kamu
nangis?” tiba-tiba suara yang amat sangat Auryn kenal, menjawab teriakannya
tadi. Lalu, Auryn menoleh. Ternyata ada Rio di belakangnya.
“sejak kapan kamu di belakangku?”
tanya Auryn seRaya menghapus air matanya karena takut Rio mengetahuinya. Padahal,
memang Rio sudah tau. Lalu Rio melihat jamnya dan berkata.
“yah, sekitar sepuluh menit yang
lalu. Duduk yuk. Kita bicarain baik-baik.” Lalu Rio mengajak Auryn untuk duduk
di bangku terdekat.
“Ryn, aku sudah tau semuanya dari
Ian. Aku tau kamu suka sama aku. Dan aku minta maaf selama ini aku nggak ada
ngerespon kamu. Bukannya aku nggak peduli sama kamu. Bukannya juga aku nggak
suka sama kamu. Tapi aku memang nggak bisa ngasih hatiku ke kamu. Aku masih
nyimpan rasa sama mantanku yang dulu. Aku juga mau fokus belajar. Kita sudah
kelas sembilan, Ryn. Sebentar lagi kita lulus. Dan kita bakal masuk SMA yang
kita mauin. Aku mau nilaiku nanti nggak berantakan.” Rio menjelaskan panjang
lebar. Tapi Auryn hanya diam menunduk memandang tanah. “aku hargai kok perasaan
kamu. Tapi kita masih bisa berteman. Kayak kamu sama Ian, kamu sama Derry, kamu
sama yang lainnya. Kita masih bisa deket. Maaf ya, Ryn. Kesannya aku nolak
kamu. Tapi kamu harus tau ini.” Lanjutnya kemudIan. Beberapa saat hanya ada
hening dan suara angin sepoi sepoi. Lalu Auryn angkat bicara.
“iya. Aku bisa ngerti kok. Lagian,
aku juga salah bisa suka sama kamu. Maafin aku, Yo. Aku sudah bikin kamu susah.
Aku janji bakal lupain kamu. Dan bikin kamu jadi sekedar temanku aja. Makasih
ya sudah jelasin ke aku.” Jawab Auryn dengan tersenyum.
“makasih ya, Ryn. Kamu sudah
ngerti perasaanku. Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Siapa juga yang
tau kedepannya nanti. Siapa tau Tuhan sayang sama kamu dan permintaanmu bakal
di turuti” kata Rio menghibur Auryn.
***
Keesokan harinya,
Auryn merasa sangat lega. Ia
menapakkan kakinya di kelas dengan ringan. Meski hatinya terluka. namun, Auryn
merasa ini jalan yang terbaik untuk dia dan Rio.
Tidak ada perasaan benci sedikitpun
di hati Auryn pada Rio. Ia menghargai perasaan Rio, sebagaimana Rio menghargai
perasaan Auryn.
Saat Rio datang, Auryn menyunggingkan
senyumnya. Dan Rio membalas dengan tulus juga. Ia berharap, hubungannya dengan
Rio bisa menjadi sahabat sejati selamanya. Dan, jika Tuhan mengijinkan. Ia akan
bersama Rio kelak :)
No comments:
Post a Comment