Monday, 3 October 2011


Pagi itu adalah hari pertama Auryn menduduki kelas sembilan. Ada rasa bahagia dan rasa sedih melanda dirinya. Bahagia karena mendapat kawan baru di kelas 9 dan sedih karena meninggalkan teman temannya di kelas delapan. Yah, bagaimanapun semua itu memang sudah rencana para guru. Auryn nggak bisa berbuat apa-apa. Dan, ia selalu mengambil sisi positivnya. Ia berpendapat ia pasti akan mendapat teman sebaik temannya di kelas delapan lalu.

***

“Mauryn, kamu liat Vivie nggak?” tanya Jessi saat ia baru saja datang.
“mmm.. nggak tuh, tadi dia emang sudah datang. Tapi keluar lagi sama Desi.” Jawab Auryn.
“ohh, yasudah makasih ya, Ryn.” Kata Jessi seraya tersenyum lalu berlalu mencari Vivie.

Tidak lama teman laki-lakinya datang  yang menurutnya berkepribadian dan berwajah yang sangat mirip dengan Reza –mantan kekasihnya.
“Ryn, kamu sudah PR IPS belum?” tanya Mario.
“ee, sudah sudah. Kenapa? Kamu mau pinjam?” tanya Auryn tergagap-gagap.
“hmm, boleh?” tanya Rio balik.
“boleh lah. Nih, tapi ada yang belum aku isi juga.” Lalu Auryn memberikan bukunya kepada Rio. Auryn merasa aneh saat berbicara dengan Rio. Ia seperti merasa canggung. Mungkin karena ia belum kenal dekat dengan Rio.


***

Jam pelajaran telah usai, saat istirahat Auryn berbincang pada Meyli. Auryn membicarankan tentang kecanggungannya saat berbicara dengan Rio tadi. Meyli adalah sahabat Auryn satu satunya yang satu kelas dengannya.
“Ryn, kamu tau nggak tiap hari ada empat orang yang liatin kamu di kelas?” tanya Meyli.
“hah? Siapa? Aku gak tau tuh.” Jawab Auryn kaget.
“Rio, Ian, Ray, sama Zyan. Aku tuh tiap saat liatin mereka lagi curi-curi pandang sama kamu tauk.” Jelas Meyli.
“ihh, Mey.  Mungkin aja mereka lagi liatin luar. Kan aku duduknya deket jendela, Mey.” Elak Auryn.
“Ryn, bedalah pandangannya kalo mereka liatin luar. Kayaknya mereka pada suka sama kamu deh, Ryn.” Goda Meylin dengan senyumannya yang genit itu.
“haha, ngarang banget deh kamu. Ray sama Zyan itu sudah punya cewek lagi. Kalo Ian sih kan kamu memang sudah tau dia suka sama aku sejak lama. Tapi aku udah tegasin sama dia kalo kita lebih baik temenan aja. Dan dia kayaknya nggak keberatan. Sedangkan Rio, dia itu nggak mungkin suka sama aku. Palingan memang mereka kayak gitu Mey. Nggak usah di tanggepin serius deh.”

***

Dua bulan kemudain..
Pagi itu terasa berbeda dari biasanya. Auryn merasa sangat bersemangat untuk pergi ke sekolah. Yah, mungkin karena perasaannya sekarang. Setelah dua minggu pasca fakta yang di bicarakan oleh Meyli, Auryn merasa seperti membuka hati pada salah satu laki-laki yang di sebut oleh Meyli.

Yang tau tentang perasaan Auryn hanya Meyli dan Ian. Selain itu tidak ada lagi yang mengetahui tentang perasaan Auryn. Auryn juga sudah mengancam Ian agar ia tidak memberitahukan pada orang lain. Apalagi pada Rio, cowok yang ia taksir itu. Tapi setelah dua hari, ternyata Ian memberitahu Rio tentang perasaan Auryn. Auryn sempat marah besar pada Ian. Tapi, alasan Ian yang “tidak tega dengan Auryn karena mencintai tapi orang yang di cintainya tidak tahu, akhirnya” Auryn memaklumi dan menghargai keputusan Ian.

Tapi, hingga sekarang. Tidak ada sedikitpun respon dai Rio. Malah selama satu kelas, Auryn dan Rio tidak pernah berbicara atau mengobrol. Auryn juga merasa Rio semakin menjauh darinya. Kadang Auryn mencari perhatian Rio. Namun tak sedikitpun Rio menggubris tindakan Auryn.

“yan, jalan yukk. Aku mau cerita nih.” Auryn mengajak Ian jalan bersama Meyli saat pulang sekolah.
“kemana, Ryn? Aku nggak bawa motor.” Jawab Ian.
“kemana aja deh. Lunch aja. Naik mobil aku.” Usul Auryn.
“ya sudah deh. Ayokk” lalau Ian menyetujui permintaan Auryn. Saat Auryn, Meyli dan Ian sampai di restoran yang ada di daerahnya. Auryn segera menceritakan sesuatu yang ada di hatinya saat ini.
“Yan, aku tuh bingung. Kenapa Rio malah ngejauh gitu dari aku. Padahal aku beneran asayang sama dia. Aku nggak tau kenapa.” Cerita Auryn lirih.
“ya ampun, Ryn. Ryn Cuma mau cerita itu aja? Masalah Rio? Aku memang sudah bilang sama Rio kalo kamu suka sama dia. Tapi yah dari dulu dia nggak pernah komentar atas fakta itu sama aku.” Jawab Ian.
“tapi kan, yan. Kalo memang dia nggak suka sama Ryn, kenapa dia selalu liatin Ryn tiap hari?” bantah Meyli.
“Meymey, Rio itu memang kayak gitu. dia suka liatin orang kalo menurut dia itu ada sesuatu.” Bela Ian.
“tapi, Yan. Kenapa coba harus sama Ryn? Kenapa nggak sama Audrey, Angel, Mela? Atau yang lain lah.” Jawab Meyli lagi.
“udah udah. Intinya aku harus gimana ini? Aku bingung. Aku galau. Aku bimbang, yan.” Sela Auryn seRaya menitikkan air mata.
“sabar ya, Ryn. Jangan sedih donk. Semua pasti ada jalan keluarnya kok.” Hibur Meyli seraya mengelus-elus pundak Auryn. Sementara Ian sedang berfikir.
“gini aja, Ryn. Kamu coba deh cuek sama dia seharian. Dia ngerasa beda apa nggak.” Usul Ian.
“hmm, boleh juga tuh, yan. Iya, Ryn. Coba aja dulu usulnya Ian. Sapa tau manjur.” Dukung Meyli.
“iya deh. Nanti aku coba.” Auryn menerima usulan dari Ian.

***

Tiga hari kemudIan..

Selama tiga hari ini Auryn berusaha untuk cuek kepada Rio. Bahkan yang biasanya Auryn selalu memperhatikan dan memandang Rio. Selama tiga hari sejak Ian mengusulkan rencana ini Auryn tidak lagi bersikap seperti biasa. Ia tidak lagi memandangi Rio. Ia tidak lagi memerhatikan Rio.
Saat istirahat, Ian berbicara pada Auryn. Ia menghampiri Auryn.
“Ryn, nanti sore jam lima ke menara ya?” kata Ian pada Auryn.
“ngapain, Yan?” tanya Auryn bingung.
“udah datang aja. Ada sesuatu yang bakal terjadi.” Jawab Ian dan berlalu begitu saja. Auryn masih bingung dan kaget dengan perkataan Ian barusan. Ia menerka nerka apa yang akan terjadi. Dugaannya berpusat pada Rio.

***

Jam lima sore tepat, Auryn sudah berada di menara, tempat yang Ian sebutkan di sekolah tadi. Dia tidak melihat siapapun disana. Hanya dia sendiri. Kadang ada satu atau dua orang yang  juga berkunjung ke menara. Tapi, tidak satupun orang yang di kenal Auryn datang. Hingga akhirnya waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Auryn masih duduk di bangku dekat tower besar itu. Ia masih menunggu seseorang yang ia kenal berada di sana. Sedikit lelah, Auryn menuju bukit yang lumayan jauh dari situ.

Saat Auryn sudah berada di atas bukit. Auryn menangis. Ia tidak tahu mengapa air matanya tertetes dari matanya saat mengingat Rio. Tambah deras. Semakin deras. Sangat deras. Hingga ia sesenggukan menahan air matanya agar tidak lagi tertetes. Namun, semakin ia menahan air mata itu. Semakin ia sakit hati. Semakin teriris hatinya. Tak kuasa Auryn menahan sedihnya, ia pun berteriak sekencang mungkin. Ia berteriak seraya menyebut nama Rio.

“RRRRIIIIOOOO!!!!!!!” teriak Auryn dengan lantang. Lalu terdengar suara gema yang mengikuti suara Auryn.
“kenapa, Ryn? Kenapa kamu nangis?” tiba-tiba suara yang amat sangat Auryn kenal, menjawab teriakannya tadi. Lalu, Auryn menoleh. Ternyata ada Rio di belakangnya.
“sejak kapan kamu di belakangku?” tanya Auryn seRaya menghapus air matanya karena takut Rio mengetahuinya. Padahal, memang Rio sudah tau. Lalu Rio melihat jamnya dan berkata.
“yah, sekitar sepuluh menit yang lalu. Duduk yuk. Kita bicarain baik-baik.” Lalu Rio mengajak Auryn untuk duduk di bangku terdekat.
“Ryn, aku sudah tau semuanya dari Ian. Aku tau kamu suka sama aku. Dan aku minta maaf selama ini aku nggak ada ngerespon kamu. Bukannya aku nggak peduli sama kamu. Bukannya juga aku nggak suka sama kamu. Tapi aku memang nggak bisa ngasih hatiku ke kamu. Aku masih nyimpan rasa sama mantanku yang dulu. Aku juga mau fokus belajar. Kita sudah kelas sembilan, Ryn. Sebentar lagi kita lulus. Dan kita bakal masuk SMA yang kita mauin. Aku mau nilaiku nanti nggak berantakan.” Rio menjelaskan panjang lebar. Tapi Auryn hanya diam menunduk memandang tanah. “aku hargai kok perasaan kamu. Tapi kita masih bisa berteman. Kayak kamu sama Ian, kamu sama Derry, kamu sama yang lainnya. Kita masih bisa deket. Maaf ya, Ryn. Kesannya aku nolak kamu. Tapi kamu harus tau ini.” Lanjutnya kemudIan. Beberapa saat hanya ada hening dan suara angin sepoi sepoi. Lalu Auryn angkat bicara.
“iya. Aku bisa ngerti kok. Lagian, aku juga salah bisa suka sama kamu. Maafin aku, Yo. Aku sudah bikin kamu susah. Aku janji bakal lupain kamu. Dan bikin kamu jadi sekedar temanku aja. Makasih ya sudah jelasin ke aku.” Jawab Auryn dengan tersenyum.
“makasih ya, Ryn. Kamu sudah ngerti perasaanku. Aku yang seharusnya minta maaf sama kamu. Siapa juga yang tau kedepannya nanti. Siapa tau Tuhan sayang sama kamu dan permintaanmu bakal di turuti” kata Rio menghibur Auryn.

***

Keesokan harinya,
Auryn merasa sangat lega. Ia menapakkan kakinya di kelas dengan ringan. Meski hatinya terluka. namun, Auryn merasa ini jalan yang terbaik untuk dia dan Rio.

Tidak ada perasaan benci sedikitpun di hati Auryn pada Rio. Ia menghargai perasaan Rio, sebagaimana Rio menghargai perasaan Auryn.

 Saat Rio datang, Auryn menyunggingkan senyumnya. Dan Rio membalas dengan tulus juga. Ia berharap, hubungannya dengan Rio bisa menjadi sahabat sejati selamanya. Dan, jika Tuhan mengijinkan. Ia akan bersama Rio kelak :)

No comments:

Post a Comment